Pertanian
saat ini dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan dari program
pembangunan berkelanjutan suatu negara. Tak ayal, sektor vital ini selalu
dijadikan sasaran utama dalam pengembangannya, bagaimana suatu negara berusaha
semaksimal mungkin untuk bisa mendapatkan gelar ketahanan pangan, keamanan
pangan, mandiri pangan atau bahkan kedaulatan pangan. Di indonesia sendiri
dalam Rancangan Renstra Kementan tahun
2020-2024 disebutkan visi, misi, dan
tujuan kementan untuk upaya meningkatkan kesejahteraan petani yaitu dengan mewujudkan sektor pertanian dan kemandirian pangan.
Tentunya visi Kementerian Pertanian
terkait dengan visi pembangunan sektor pertanian dalam masterplan pembangunan
pertanian 2015-2045, yaitu “mewujudkan sistem bioindustri pertanian yang
berkelanjutan dan menghasilkan pangan yang beragam dan sehat serta produk
dengan nilai tambah tinggi dari semua sumber daya pertanian” ini selaras.
Banyaknya
tantangan pembangunan pertanian diantaranya dari segi Demografi, SDA, perubahan
Iklim, limbah dan kehilangan pangan, sumber daya balitbangtan dan dinamika
lingkungan strategis menuntut adanya
pengembangan inovasi pertanian dalam menjawab semua tantangan tersebut. Tentunya
konektivitas semua Stakeholderpertanian perlu ditingkatkan.
Menurut definisi Menteri Pertanian
18/2018, kawasan pertanian didefinisikan sebagai: “Gabungan pusat-pusat
pertanian, kondisi sosial dan budaya, unsur-unsur penting produksi dan
infrastruktur pendukung.” Melalui Inovasi pengelolaan dan pemanfaatan yang
optimal dari semua sumber daya hayati, termasuk biomassa atau limbah organik
pertanian, berbagai aspek pengembangan kawasan pertanian berbasis bioindustri
dalam ekosistem yang harmonis untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Dalam
konsepnya bioindustri berkelanjutan memanfaatkan semua faktor produksi untuk
menghasilkan pangan, begitu juga bioindustri ini memandang lahan pertanian
sebagai sumber daya alam untuk ketahanan pangan ataupun produk lain yang
dikelola menjadi sumber bioenergi bebas limbah dengan menerapkan prinsip (reduce, reuse, and recyle). Dalam pengembangan pertanian
bioindustri ini menghasilkan produk bernilai tinggi, sehat, beragam dan cukup. Pengembangan
pertanian berbasis kawasan juga melalui konsep korporasi petani yang menitik beratkan
pada strategi pemberdayaan kawasan, potensi dan SDM-nya. Dengan sistem ini
pendekatan holistik pembangunan fokus
integrasi komoditas yang berdaya saing
seperti padi atau cabai dan fokus lokasi berbasis cluster pangan baik kawasan existing
atau kawasan baru yang menjadikan program unggulan secara terpadu dan
berkelanjutan. Tak hanya itu konektivitas hulu-hilir harus integratif agar
Standar Pelayanan Minimum (SPM) terdapat di setiap daerah mencakup semua aspek
diantaranya faktor produksi alsintan, pembenihan, penyuluhan, pengendalian OPT,
infrastruktur teknologi, pengolahan, akses pasar bahkan sampai dengan semua relasi.
Setelah
pengembangan kawasan pertanian berbasis BioIndustri terbentuk maka akan
memperoleh inovasi yang diwujudkan dengan pendekatan sistem pertanian kawasan
berbasis korporasi petani bioindustri komoditas, seperti tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan terintegrasi. Dibentuknya master dan action planterhadap semua
komoditas dan semua sub sistem dari hulu hingga hilir dalam sistem usaha
taninya tanpa melupakan aspek sosial budaya, sains teknologi, ekonomi dan
ekologi. Secara bertahap akan terciptanya ketahanan dan kemandirian pangan,
energi terbaharukan ramah lingkungan, menambah nilai produk dan membuka
lapangan kerja. Di dukung pendekatan model pertanian 4.0 atau konektvitas
petani maka secara tidak langsung peningkatan keejahteraan ekonomi petani dapat
terwujud melalui pertanian berbasis kawasan dan
Bio-Industri.